Pages

Wednesday, June 10, 2009

Changes

Malam itu mumy masuk kamar. Aku masih berkaca-kaca, sedikit sembab, dan sengau.
“Mi…aku putus..”
Mumy menghela napas dan tersenyum.
“Mami senang deh, kalo gitu.”
Aku tertawa sebal, sambil merengek didepannya.
”Trus gimana ya, Mi...”
Mumy dan Ayah datang malam itu untuk mengajakku makan malam diluar. Kebetulan menjamu seorang tamu juga. Dan siapa yang mood untuk beramah tamah sedemikian rupa dalam kondisi putus cinta seperti yang kurasakan malam itu?. Aku bergeming. Tapi seorang ibu, selalu punya apa yang paling dibutuhkan saat genting.
”Adek, kalo laki2 putus sama kita, dia yang rugi. Bukan kita.”
Dan senyum pun mengembang, aku beranjak dan memilih gaun malam itu. Menikmati rasanya patah hati, dengan sebuah perayaan makan malam.

***

Sepenggal kisah seru jaman edan yang masih bisa kuingat, kadang menyisakan drama tersendiri. Bahkan jika Mum berbohong malam itu, untuk sekedar membuatku merasa lebih baik, aku akan tetap berterima kasih. Mum tahu betul yang dibutuhkan anak perempuan saat putus cinta hanyalah membesarkan egonya. Ia sedang sedih, sedang tidak ingin tahu tentang benar atau salah. Hanya ingin dipahami rasa nelangsa itu.
Okay, terlepas dari benar atau tidaknya cara ini, tapi, c’mon guys, it works. Dan lagipula, romansa-ku kala itu tak ubahnya lagu. Habis diujung liriknya. Seterusnya, putar lagu lain.


Tujuh tahun kemudian, saat menulis postingan ini, saya tersenyum-senyum. Apa yang membuat tersenyum, saya juga ndak tahu. Entah lucu atau bagaimana. Yang pasti, tidak ada pikiran untuk menangis seperti malam itu. Lalu saya tertegun. Hey... betapa silly!. Tidak pernah terlintas di benak saya malam itu, bahwa suatu hari, tujuh tahun kemudian, saat saya harus mengingat kembali semua pristiwa itu, saya melakukannya tanpa menangis. Bahkan tanpa merasa sedih yang tersisa, apapun. Malahan saya bisa mengingat detil sejarah putus cinta itu sambil tersenyum dan (sedikit) tertawa (merasa konyol).
Kalo saja malam itu saya bisa berpikir, tenang din..semua ini hanya akan jadi sejarah. Suatu hari kau bahkan akan bisa mengingatnya dengan tawa. Tentu tak perlulah saya kuras habis2an air mata. Haha, ini tidak solutif, okay sudahlah...


Inilah yang menarik, bahwa manusia ternyata punya potensi yang sangat besar untuk berubah. Saya bicara dalam aspek pikiran dan tindakkan. Tidak ada yang serba stagnan. Apa yang saya pikirkan hari ini, bisa jadi tidak saya pahami esok hari. Hal-hal yang tadinya terasa begitu penting, bisa jadi kehilangan maknanya suatu saat. Sebagaimana makna ”Kehilangan Pacar” yang tujuh tahun lalu membuat dunia saya runtuh seketika, kini hampir tidak saya rasakan efeknya selain romansa sejarah.


Ternyata memang, semua dapat berubah. Baik kita, maupun keadaan, dan hal-hal diluar diri kita. Mendung tidak selamanya. Panas terik juga tidak selamanya. Yang patah akan tumbuh. Yang hilang akan berganti. Dan hal-hal disekitar diri akan mempengaruhi kita lebih dominan dalam merespon satu pristiwa. Kemudian perubahan diri kita tadi akan membawa perubahan pada hal-hal disekitar kita. Dan begitu seterusnya.


Sebuah hakekat perubahan, sebenarnya. Sedangkan masalah kecenderungan (berubah) naik atau (berubah) turun, adalah masalah lain (yang mengikutinya). Teringat perkataan Rasulullah Saw agar tiap hari kita membuat peningkatan. Hari ini lebih baik dari kemarin. Dan Besok lebih baik lagi dari hari ini. Inilah yang kita pahami dengan lebih baik, bukan?

Pengetahuan tentang hakekat perubahan, yang sejauh ini banyak membantu saya dalam mengatasi masalah. Tak terkecuali masalah perasaan. Jadi kalau sedang sedih, atau gagal, atau takut dan cemas, saya berhenti sejenak dan memikirkan, tenang din..semua ini hanya akan jadi sejarah. Suatu hari kau bahkan akan bisa mengingatnya dengan tawa. Membawa diri saya lebih santai menjemput solusi.


***
Untuk romansa sejarah yang modelnya terus berulang dalam hidup gue. Sebetulnya malam itu tidak terlalu buruk. Si tamu Ayah ternyata masih anak muda juga. Dan tampaknya ada yang membocorkan rahasia malam itu, sehingga di mobil ia sibuk menjahili, ada yang lagi patah hati nih...
Huh, bicara soal sopan santun dan ramah tamah jamuan makan malam...^^

4 comments:

Muhammad Fajrian Afwan (fajrianafwan@ymail.com) said...

ternyata dinda 'edan'
pernah pacaran...

hahahaha...
g nyangka.

Dinda Jayanti said...

Mau berguru, eah?

Hani Smaragdina said...

Ini cerita dengan siapa dear? Dg lelaki yang telah berubah aneh sangat itukah? Ahaha anyway din, tulisanmu makin beragam. Kali ini dia sangat reflektif (reflektif? Is that even a word? Ahaha) aku suka!

Dinda Jayanti said...

Darlen, yang jelas ini bukan dengan anak lelaki yang membuat dirimu mengajarkanku lompat dari jendela kelas hanya untuk menghindarinya, remember that horrible moment? Huhuhaha...
Dan kutunggu cerita "patah hati" mu.

ooph !!
pisss...