Pages

Sunday, January 25, 2009

Introducing my partner; Ny.Sukab

Hi, Pembaca yang baik…
Betapa senangnya saya, postingan kali ini tidak muncul terlalu lama setelah yang terkhir. Mudah-mudahan ini cikal bakal konsistensi saya sebagai pengelola account.
Anyhow...
Saya pernah berjanji akan mulai menyelipkan cerita tentang seorang sahabat, Ny. Sukab. Jadi, marilah pertama-tama kita menyimak tentang sosoknya.
Saya sering memanggilnya Ny.Sukab terutama karena kami sangat terpengaruh dengan tulisan-tulisan Seno Gumira Ajidarma tentang sesosok tokoh bernama Sukab dalam buku Surat dari Palmerah (baca postingan sebelumnya). Saya dan Ny.Sukab menghabiskan waktu bersama. Kami berbeda dalam banyak hal, sejujurnya. Namun kesemuanya membentuk harmonisasi yang indah dalam ikatan ukhuwah persahabatan. Adapun persamaan yang menonjol diantaranya... kami suka membaca. Suka sekali. Perpus atau toko buku selalu mampu membuat kami betah berlama-lama didalamnya. Menyukai diskusi, mulai dari topik paling berbobot tentang politik, ekonomi, sosial, sampai topik paling gak penting seperti ”Tempat makan mana yang menyediakan porsi kentang goreng paling banyak sampai yang paling sedikit” (Kami sepakat bahwa yang paling banyak adalah Parsley dan yang terakhir adalah Yakitori). Saya dan dia juga Food Adventurer, paling senang kalo bisa nemu tempat makan baru (Tapi dalam hal ini kami pikir masakan ibu adalah makanan terlezat di dunia). Kami berdua juga manusia air, alias sama2 menyukai olahraga renang. Saya bersyukur atas hal ini, karena cukup sulit menemukan orang yang bisa terhibur dari stress dengan berolahraga. Menurut kami, renang adalah The easiest celebreation. Kalau lagi bete, kami langsung cabut ke kolam renang. Kalau lagi hepi juga ke kolam renang. Mau hujan, mau panas, mau siang, atau malam, kami cinta berenang. Ny. Sukab berenang jauh lebih baik dari saya, saya sejauh ini belum bisa mengalahkannya bahkan satu putaran pun. Perjalanan ke berbagai tempat selalu membuat kami bersemangat. Bagi kami, petualangan adalah segala hal yang mampu membuat adrenalin terpompa. Kami membuat rencana2 untuk terus menemukan keasyikkan dalam ritme hidup yang complicated ini. Sama-sama tidak menyukai sifat melankolis dan hidangan jeroan.
Ny. Sukab adalah tipikal wanita mandiri yang sigap dan dapat diandalkan. Wawasannya yang luas dan keberaniannya mengambil peluang (kadang nekat) adalah hal yang paling berpengaruh bagiku. Sikapnya cenderung tidak ambil pusing dengan hal2 remeh, begitu peka dengan isu aktual dan melek teknologi. Kadang tidak peka dengan humor, namun sangat menyenangkan menghabiskan waktu bersamanya.
Sedangkan aku tipikal wanita yang penuh kehati-hatian. Aku cenderung me-manage resiko dan menyusun alternatif. Spontan, jenaka, penuh dengan ide2 liar. Berani bermimpi. Sense of Art yang natural, menaruh perhatian pada ilmu pengetahuan dan pemikiran.
Minggu lalu saya berusia 22 tahun. Dengan baik hati, Ny.Sukab menghadiahi saya buku Alan Greenspan yang saya idam2kan. Betapa baiknya ia. Saya mentraktirnya makan malam di tempat favorite kami di parsley. Ia tampak kena flu, saya jadi kasihan melihatnya tidak bisa konsentrasi saat kami menekuri bacaan di perpus. Tapi dasar ngeyel, tetap saja dia menenggak minuman dingin, sambil berkilah bahwa penyakit jangan dimanja. Saya geleng2 kepala, entah teori darimana yang mendasari pernyataannya.
Saya sambar ia, ”Itu mah bukan dimanja, tapi sengaja dipiara...cari gara2 amat sih ente, ntar sakit parah piye...”.
Dia terkekeh2 dan mengejek, ”Gua nggak mau dikasih vitamin penguat pembuluh darah kayak punya ente. Haha, kok bisa ada obat begituan. Gua mah ogah..” Vitamin penguat pembulu darah yang diberikan dr.Bambang gara2 sempat mengalami mimisan akhir tahun kemarin memang cukup membuat izzahku luntur dihadapannya. Ia terbahak-bahak mengejekku tentang obat itu. Baginya obat itu begitu lucu untuk orang sepertiku.
”Wah..wah.. payah nih katanya militan, kok sampe harus minum vitamin penguat pembuluh darah segala...” Begitu kejam, menurutnya obat seperti itu sebuah lelucon. Jadi sekarang jika sedang terpojokkan olehku, ia akan balik membalas dengan mengejek tentang vitamin tersebut, ”Piye obat penguat pembuluh darah udah habis belum..?”, membuatku memasang tampang ”Whatever..” yang justru membuat tertawanya semakin kencang.
Kami juga suka main ”tebak2 buah manggis”. Ini karena Ny.Sukab memiliki Bapak yang sedang berkuliah S1 ditempat asalnya. Anehnya, Bapaknya yang kuliah, tapi Ny.Sukab-lah yang menjalani kesibukkan mengerjakan berbagai tugas, paper, presentasi, sampai mecari buku2 materi perkuliahannya. Aku juga jadi ketiban. Suatu hari Bapaknya minta tolong dicarikan sebuah buku dengan judul aneh; ”Koperasi di dalam Ekonomi Indonesia”. Dari judulnya saja sudah bisa ditebak sebenarnya ini tuh buku jadul, ejaannya model lama. Tapi Bapaknya bersikeras bahwa itu adalah buku edisi baru. Beliau menyebutkan pula ciri2 covernya. Lebih dari 20 toko buku di jogja kami sambangi mencari buku ajaib tersebut. Sampe2 Ny.Sukab kecopetan dan saya dengan putus asa berpikir jangan2 dosennya mencetak sendiri buku itu, jadi tidak dijual dipasaran. Ternyata sodara2, buku itu kami temukan di Perpusda dengan warna halaman yang sudah menguning. Tepat dugaan kami, itu buku lama terbitan 1987, masih bahasa orde baru. Sekonyong-konyong memang ada tulisan pada covernya, ”edisi baru”. Tapi ”baru” disini dalam konteks tahun terbit. Kalau dalam konteks sekarang, tetap saja terbitan 1987, artinya ya buku purba, bukan lagi jadul. Kami merasa puas tiap kali bisa memecahkan misteri buku yang ingin dimiliki Bapaknya. Clue-nya (pengarang, tahun terbit, atau penerbit) tidak pernah jelas, makanya kami menjadikannya permainan tebak2 buah manggis. Seminggu kemudian, Bapak kembali menghubungi untuk minta dicarikan buku Ekonomi Internasional.
Namun tidak jelas, ”Pengarangnya Sobirin atau Nopirin gitu deh pokonya...”, Ny.Sukab menerangkan samar padaku.
”Enggak Nobitha ya?”, kataku gondok. Ternyata yang ngarang bernama Dr.Sobir. Hidup permainan ”tebak2 buah manggis”!!!

Begitulah Ny. Sukab dan aku. Saya harap pembaca pun senang berteman dengannya, melaui potongan kisah2 nyentrik dalam keseharian kami.

Hari ini aku sedang tidak ingin mengganggu Ny. Sukab. Ia tenggelam dalam persiapan ujian tutup teori yang konon begitu menegangkan. Biasanya kami membaca, atau setidaknya makan siang bareng di sela aktivitas masing2 yang seabrek. Tapi hari ini biarlah ia asyik dengan setumpuk kertas2 berisi daftar bacaan bahan2 ujiannya. Kalau lulus, ia pasti merayakannya bersamaku.

Saturday, January 17, 2009

Alan, Seno, Palestina, dan Aku

Saya terengah-engah membaca buku Alan Greenspan; Abad Prahara. Buku itu tebal betul. Tebal mungkin bukan masalah utamanya. Masalahnya adalah harganya yang cukup mahal membuat saya rada mikir untuk membelinya bulan ini (akhirnya saya suka menyalahkan diri, etos menabungnya kacau). Tidak mampu beli, saya memilih membacanya di perpustakaan; tempat yang selalu membuat saya betah berlama-lama didalamnya. Tapi tahu sendiri-lah, namanya juga perpus, jadi kegiatan membaca gak bisa seenak di kamar sendiri. Contohnya saat perpus sudah mendekati waktu tutup, padahal saya baru habisin kurang dari dua bab. Mau ngebut, tapi malah nda konsentrasi, ugh, sebel!. Dan inilah yang saya benci, rasa penasaran yang begitu menggoda untuk melahap habis isinya. Apa daya, it doesn’t belong to me. Jadilah sore itu pulang dengan gondok. Kalau lagi membaca, kepala saya dipenuhi berbagai hal. Seperti pentas yang di tayangkan. Seperti puzzle yang belum lengkap dan saya asyik menyusunnya. Seperti meninggalkan tempat saya berpijak dan jalan-jalan ke tempat yang jauh. Jadi bayangkan jika harus berhenti tanpa kita hendaki, gondok kan?

Ohya pembaca, saya juga sedang menikmati buku2 Seno Gumira Ajidarma (SGA). Gara-gara amanah yang diserahkan redaksi pada saya untuk mengasuh rubrik baru: Surat Kaleng. Rubrik itu kurang lebih memuat format yang sama dengan apa yang pernah dibuat SGA di kolam majalah Jakarta Jakarta; rubriknya bernama Serat dari Palmerah. Kumpulan rubrik yang pernah dimuat itu diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul yang sama. Demi mendalami gaya kritis-kocak yang diusung sebagai image Surat Kaleng, saya bela-belain berburu buku (langka) tersebut. Nemu di toko tinggal 3 biji, senang bukan kepalang. Saya berencana membuat postingan yang akan mencoba format itu kapan2. Kapan2 yah..! Eh, kapan ya, kapan2 itu?? Nah, itulah pokoknya.
Dalam Serat dari Palmerah, saya berkenalan dengan sosok SUKAB. Tampak bagi saya, dia ini hanya kambing hitam SGA untuk membuat sindiran2nya terhadap politikus terdengar lebih kocak. Dalam buku itu, Sukab sendiri nda jelas siapa. Entah pria atau wanita. Entah orang jahat atau baik. Kadang tampak kaya. Kadang tampak miskin, minta dana, jual kaos, dan sebagainya. Namun entah kenapa saya malah terhibur dengan tokoh Sukab ini. Saya bahkan hanya membaca kisah Sukab di lembar demi lembar surat SGA itu. Lalu menjadikannya lelucon bersama sahabatku.
Sahabat baikku, kadang suka saya panggil Ny. Sukab, ha3. Saking berpengaruhnya lelucon itu bagi kami. Naah.. mulai postingan berikutnya, saya akan menyelipkan kisah Ny. Sukab dalam cerita. Kenyataannya, Ny. Sukab bukanlah kambing hitam, dia memang mewarnai keseharian saya, kok. Dia sahabat yang saya rahasiakan identitasnya. Boleh, doong, Pak Seno, yah?? Itung2, buat saya latihan gaya menulis rubrik baru tersebut.

Baiklah, ini sudah Januari 2009. Akhir2 ini saya berdiskusi banyak tentang konflik internasional yang meresahkan hampir seluruh masyarakat dunia. Pembantaian Gaza oleh Israel. Saya bersyukur jika banyak yang ’melek’ dengan isu ini. Apapun alasan mereka untuk peduli; pelanggaran HAM, keadilan, penjajahan, kebrutalan, perdamaian, anak-anak, ekonomi, kesejahteraan, politik, sejarah, agama, syariat, apapun itu, dan mereka berkata, ”Hentikan perang!”, saya berdoa semoga Allah menyempurnakan amal baik mereka hingga hari akhir kelak. Tidak akan sia2, pembelaan kita terhadap warga gaza yang tertindas, Allah Maha Tahu.

Saya sedang berusaha keras, menyelesaikan segala sesuatunya. Agar roda2 tetap berputar. Agar lahan2 tetap tergarap. Agar pintu2 dakwah tetap disana. Allah Maha Tahu, dan kita manusia berikhtiar dengan jihad sebagai amalan.
Saya hanya punya satu diri. Satu kesempatan hidup. Namun berjuta pilihan, berjuta permasalahan. Sungguh menguasai dunia akan jauh lebih mudah, setelah kita mampu menguasai diri sendiri.



Pesan moral: Bacalah buku Alan Greenspan. Buku A. Riawan Amin. Ikuti dengan buku2 yang disebutkan didalamnya atau yang bertema seputar itu. Rekonstruksi teori2 ’mereka yang menyebut diri sebagai penemu’. Carilah banyak data tentang apa yang sedang terjadi. Anda akan terkejut bahwa semua tidak sedang berjalan baik2 saja. Dan nikmatilah malam2 Anda sulit terlelap. Saya hampir berusia 22 tahun. Dan tidak ada yang lebih menggelisahkan tidurku akhir2 ini, melainkan saya belum berbuat banyak.