Pages

Tuesday, May 06, 2008

Sssttt....

Bismillah…

Pukul 23:04 saat saya-masih dengan style kuliah-mengusir rasa penat dengan membuat postingan kali ini. Saya-yang dua minggu terakhir ini merasa benar-benar diperas dengan target-target akademik, belum lagi agenda dakwah yang seolah tak ada habisnya-merasa sangat menikmati waktu-waktu malam seperti sekarang. Sekuel-sekuel hidup dimana tak ada kegaduhan. Saat kawan-kawan saya mulai menutup pintu, mengecilkan suara MP3 atau TV, menarik selimut dan beranjak tidur. Tanpa alasan yang khusus, saya memang jarang ‘on’ sampai larut malam. Setidaknya jam 21.30 pasti sudah ‘tewas’ dalam kamar. Tapi terlalu banyak tugas yang membuat saya ‘tak tega’ tidur cepat malam ini.
Pukul 23.15, dengan isi di kepala saya seputar jurnal penelitian ‘Tinjauan Pustaka’ yang belum rampung, PR untuk presentasi di Liqa’ besok sore, pagi jam 6.30 sudah harus ikut rapat dan menyiapkan berbagai pertanyaan seputar draft yang harus saya pelajari malam ini, jam 7.30 sudah harus di zahwa (asrama akhwat atas) untuk membuat coklat dalam rangka aksi tebar 1000 coklat memperingati hari kartini, jam 9.30 sudah di kampus terpadu untuk koordinasi dengan PJ kaderisasi salah satu fakultas. Jam 13.00 sudah harus mengumpulkan tugas dan kuliah di kampus bawah. Dan sorenya duduk manis di hadapan murabbiyah untuk liqa’. Ahhh… Liqa’… selalu menjadi stasiun pemberhentian yang menyenangkan dalam perjalanan hidup saya. Sejenak, saya bisa beristirahat, membeli air minum ‘taushiyah’, makan siang ‘ruhiyah’, beli majalah ‘ukhuwah’, atau sekedar melihat hiburan ‘rihlah’ ala stasiun liqa’ yang selalu saya sukai. Dan ketika perjalanan kembali harus dilanjutkan, saya merasa alive! Malamnya saya harus kuliah selama dua jam plus take home-examination.
Betapa saya menikmati hari-hari sibuk seperti ini. Hari-hari yang akan saya rindukan saat usia mulai menua, dan energi saya telah kikis termakan usia. Hari-hari yang (insya Allah) akan menjadi bahan obrolan saya dan kawan-kawan saat berkumpul di taman syurga. Nikmatnya!
Pukul 23.30 dengan begitu banyak tugas yang harus saya cicil. Saya membayangkan betapa indahnya kesabaran dan kelapangan hati yang Allah karuniakan hanya pada segelintir hamba saja. Pada detik ini-di bumi yang sama, dengan tanah berpijak yang sama, beratap langit yang sama, entah di belahan bumi yang mana-berjuta orang sedang mendapat ujian hidup yang jauh lebih berat dari diri saya. Ada yang sedang meringkuk menahan lapar dan dingin, ia berpikir keras bagaimana melanjutkan hidup esok hari, namun tubuhnya tidak sebugar saya untuk siap begadang sampai subuh, perutnya tidak sekenyang saya untuk mampu berkonsentrasi hingga optimal. Ada yang sedang menangis, menahan perih karena negerinya terjajah, keluarganya dibunuh dengan keji, martabat bangsanya diinjak-injak, dan kebebasan hak asasinya direnggut dengan paksa. Tapi imannya tidak serapuh diri saya, untuk terus menegakkan qiyamul lail, ia memanjatkan do’a pada Yang Mahanendengar dan mengabulakan do’a orang teraniaya. Berapa banyak, kawan. Berapa banyak yang kelaparan, yang tergusur, yang terjebak kemiskinan, yang tak pernah punya kepastian bahkan atas apa lauk esok hari. Berapa banyak yang menderita karena ujian hidup yang tidak main-main; peperangan, penjajahan, dan penindasan… Pantaskah saya mengaku muslin jika masih mengeluhkan ‘penderitaan kecil’ atas amanah-amanah dakwah dan lainnya yang menyita hari-hari dalam hidup saya.
Teringat terus wajah-wajah mereka diluar sana. Wajah-wajah ikhwah yang dirundung cobaan. Yang mengayuh sepeda puluhan kilometer demi membina mutarobbi. Tringat dengan nama-nama para ikhwah yang memperjuangkan keadilan sebagai anggota dewan. Teringat terus dengan penduduk negeri ini. Anak-anak, orang tua, tanpa alas kaki dan baju hangat. Lidah saya kelu sebelum sempat berkata, “ Adooohhh… capeeekkk…”.

White Guilty, Not Again...

Bismillah…
What a day! Saat saya menulis postingan ini di computer pribadi, saya sedang merasa begitu jemu dengan hal yang menimpa saya malam ini. Awalnya karena malam ini saya (merasa) senggang, jadi menyempatkan diri main ke warnet untuk mem-posting tulisan saya yang terakhir. Sebenarnya saya menghindari main ke warnet dalam empat kondisi:
Pertama, malam hari
Kedua, kalau uang lagi pas-pasan
Ketiga, kalau ‘sekedar’ mengisi waktu senggang
Keempat, kalau dapet yang smoking area

Untuk kondisi yang pertama, kedua, dan ketiga , pada dasarnya karena alasan klasik; kalau sudah on-line, saya bawaannya aji mumpung. Semua yang pengin dilihat, diselesaikan, atau sekedar penasaran akan sesuatau hal, saya rapel jadi satu. Akibatnya on-line bisa lebih dari satu jam. Sangat tidak cocok bagi saya yang sedang berusaha menjaga hijab dengan menaati jam malam akhwat. Juga tidak cocok bagi ongkos yang kadang ngepas banget. Tidak pula cocok untuk kondisi ketiga karena ‘waktu senggang’ sebenarnya hanya ada di angan-angan, bukankah dakwah senantiasa membentuk daftar panjang; menenti untuk diselesaikan. Seharusnya, akan selalu ada amanah untuk diselesaikan dalam konteks hal yang lebih bermanfaat daripada sekedar on-line. Untuk kondisi keempat, ini kasuistik. Kadang saya maksa juga. Tahan pengap asap rokok demi ngecek puluhan email, cari artikel seru, buat postingan terbaru, dan lain-lain.

Sebuah hobi sekaligus hal yang saya hindari. Aneh, bukan?.

Jadilah saya selalu aware pada diri sendiri kalau hasrat untuk main ke warnet menggoda. Tak terkecuali malam ini. Niat hati hanya ingin ngecek blog seorang kawan lama yang pada salah satu postingannya menceritakan tentang diri saya. (check: wow-smaragdina.blogspot.com). Tak ayal, lupa diri jua…
Ga tanggung-tanggung, pas pulang, gerbang kos sudah digembok dengan manisnya. Masya Allah, Am I terribly late?? Warnet yang begitu dekat (menyatu dengan kost saya, hanya dipisahkan dengan pintu gerbang tinggi bergembok sangat manis pada gagangnya) membuat saya terkadang begitu enteng melangkahkan kaki kesana (dan begitu berat melangkahkan kaki beranjak pulang).
“ Baruuu… saja tutupnya, Mbak,” kata seorang tukang parkir yang telah biasa melihat bapak kos kami menggembok pintu gerbang.

Saya meghela napas, merasa maluuuu… sekali pada bapak itu. Malu pada orang-orang yang lewat. Malu pada Memey yang saya SMS minta bukain gerbang. Malu pada Allah SWT. Beginikah cara saya menutup hari ini? Batin saya ternyata membenci tindakan jasadnya.

Saya tulis, agar menjadi pelajaran. Saya amalkan, semoga menjadi sebuah perbaikan. Insya Allah…

current date; 180408