Pages

Wednesday, January 30, 2013

Si Dia...

Terbayang slalu tentangmu. Teringat masa-masa pertama kali kita bertemu dengan cara yang unik. Dan betapa tidak dibutuhkan waktu yang lama bagiku, untuk jatuh hati padamu. Kau sentuh hati terdalam, membuatku tak akan pernah melupakan. Hingga kini aku telah bersamanya, kau tetap ada disana, tak tergantikan. Meski aku telah dimiliki, namun jauh disana aku merasa selalu jadi milikmu. Yang tak terlupakan, kau lah “cita-cita”…

Jika paragraph diatas terasa lebay bagi anda, biarlah. Saya sedang romantis :). Itulah sepenggal paragraph yang mungkin menggambarkan passion saya terhadap cita-cita. Iyak, yang saya omongin disini adalah tentang cita-cita, jangan mikir yang bukan2 :).
Hari-hari belakangan ini, saya sering merasa seperti “ketinggalan” akan sesuatu. Ketinggalan disini maksudnya, sesuatu yang dulunya terasa “ada”, lalu sekarang “nggak ada”. Kayak ilang atau ketinggalan dimanaa..gitu. Bikin pikiranku kadang kayak bingung, mempertanyakan apakah gerangan yang “missing” dalam hidupku. Hal ini bukan tiba2 aja sih. Lebih tepatnya ada pemicunya, sehingga perasaan “missing” itu menghampiri. Dan para pemicu2 itulah, akhirnya yang menghantarkanku kembali, pada si dia, alias cita-citaku. Setelah Allah dan RasulNya, dan para shalafus shalih, inilah pemicu2 itu:

1. Geraidinar.com
Wah, ini trigger utama deh. Jadi, ini adalah media yang digunakan para pengguna untuk memantau pergerakkan nilai dinar, dirham, dan emas setiap hari. Namun sebenarnya lebih dari itu, situs ini juga dapat ditemukan artikel2 ekonomi islam yang relevan dengan isu terkini yang sifatnya local maupun global. Penulisnya jelas bukan sekedar ingin berbisnis dinar emas. Namun tujuan yang jauh lebih trensadental. Sederhana namun menggugah. Isinya sungguh inspiring. Menemukan situs ini dengan artikel2nya yang inspiratif, bagi saya rasanya seperti ngobrol dengan kawan lama; antusias. Ekonomi Islam yang sebenarnya (sebagaimana praktik Rasulullah Saw), suatu hari kelak, Insya Allah...

2. Guru-guru luar biasa, lewat buku-buku mereka
Mohammad Baqir As-sadr lewat Iqtishaduna, A. Riawan Amin dengan Satanic Finance, Tim Eramuslim, Literatur2 ekonomi Islam Rajawali Press, Alan Greenspan dengan Abad Prahara, The origin of theory-nya Adam Smith. Konsep ekonomi dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Dan sebagainya, dan sebagainya.

3. Vigilantcitizen.com
Situs yang membuka rahasia gelap dunia entertainment, politik, dan sejarah. Sungguh menyedihkan baca situs ini dan mengaitkannya dengan situasi kontemporer dimana ternyata apa yang kita lihat, dengar, dan yakini, ternyata hanyalah “joke” segelintir kaum elite dan apa yang sedang mereka lakukan ternyata adalah hal yang luar biasa harus diwaspadai. Membaca tulisan vc ini sanggup membuat anda tak percaya pada apapun lagi.

4. Namakudinda.blogspot.com
Ini tulisan-tulisanku sendiri. Didalamnya terutama pada akhir 2009-awal 2010 temanya kearah-arah idealisme. Membacanya membuat saya merasa seperti bertemu diriku sendiri, beberapa tahun yang lalu. Saat hidup terasa seperti lakon sederhana, yang sebenarnya menggambarkan kehidupan itu sendiri.

5. My Dearest Husband
Dalam obrolan-obrolan malam dengannya. Di kedalaman nasehat-nasehatnya. Dalam kritik-kritik maupun gagasannya. Dalam cerita tentang mimpi-mimpinya. Terdapat ilmu. Terdapat dukungan. Sebuah inspirasi yang luar biasa, adalah seorang suami yang shaleh. Amiin..

Mudah2an Allah mengijabah cita-cita kami, yang baik bagi dunia maupun akhirat kami. Dan juga cita2 semua orang yang membawa kebaikan yang sama. Amiin…

Friday, January 11, 2013

Cuaca, Dulu dan Sekarang...

Dulu….

Sebelum mau kemana-mana buka internet dulu. Ngecek cuaca dan suhu untuk seharian. Atau malem sebelumnya, sebelom tidur ngenet bentar, ngecek suhu besok bakal berapa dan cuaca bakalan sunny-kah atau pouring rain-kah. Rasanya udah default aja gitu, aneh kalo gak ngeh cuaca hari ini atau esok. Mau mutusin pake baju apa keluar rumah, mesti tau dulu info suhu dan cuaca. Secara kalo dingin, dan kita keluar rumah gak pake coat bisa bubar acara jalan2. Atau justru uda bawa2 payung dan pake coat, sweater, leg warmer, tau2 cuaca cerah! Deuh bisa bete tuh memikul coat yang engga ringan kemana-mana. Udah gitu kalo sama temen, kita juga saling tanya atau tuker info cuaca, “Eh aku ngecek suhu di BBC weather bakalan drop ke nol ntar sore. Kita ntar pulang jangan kesorean yah” atau “Oyah, aku ngecek cuaca hari ini predicted cerah, jalan ke Park yuk!”. Kalau basa-basi sama orang juga biasanya topiknya cuaca. Kalo lagi di jalan tau2 napas udah berasap-asap gitu, jari2 kaku kesemutan, bibir kering, idung kering, Suara rada2 tertahan kayak menggigil gitu, komen yang keluar kira-kira “Sayang, kok dingin yah, ngecek suhu gak hari ini? Berapaan sih kok tiba-tiba dingin gini?”. Dan sampe rumah di cek ternyata nol aja dong suhu sore itu, brrr! So, segitunya kami rely on Weather Prediction demi kelancaran aktifitas sehari-hari.


Sekarang…

Tidak ada aktifitas ngecek perkiraan cuaca, baik mau ada acara jalan-jalan kek mau bepergian jauh kek, deket kek. Rasanya udah default aja kalo membiarkan cuaca dan suhu go with the flow. Hujan ya hujanlah. Panas yah panaslah. Bawa payung/ mantel hujan ya Alhamdulillah. Ga bawa juga ya gak apa-apa. Sangat jarang kita berkomentar, “Wah gak bawa payung, abis gak ngecek perkiraan cuaca sih tadi pagi jadi gak tau deh bakal ujan gini.”. Yang lebih sering mungkin justru komentar gini, “Wah uda tau musim ujan begini malah gak bawa payung”. Dan kalu lagi di jalan panas terik ya biasah sajah.. sampe rumah pun ndak akan mengecek tadi itu diluar suhunya berapa kok panas sekali. Sangat jarang bertukar info baik sesama kawan atau dengan suami “Hari ini suhu di kisaran berapa yah? Cuaca bakal berawan atau hujan? Ada ngecek gak sayang?”. Tapi sangat sering bilang begini “Sayang, kayaknya bakal ujan hari ini. Cucian gak usah dijemur diluar yah”. Dan sangat jarang barargumen seperti ini “Enggak kok, udah liat di perkiraan cuaca di internet katanya hari ini cerah aja. Jadi tetep aja jemur di luar”. Sekarang rasanya lebih sering mandang jauh ke langit sambil mikir “Awan mendungnya masih disana, kudu ke berangkat sekarang sebelum keujanan”. Atau sebelum tidur mikir “Uda tiga hari ini panas terik dan belom ujan, berarti besok siap2 bawa mantel ujan ke kantor, kayaknya bakal ujan deres.” So, kami rely on intuition sajah.

Tentu sajah dulu itu saat kami di UK. Sekarang ini saat kami di Indonesia :)

Thursday, January 03, 2013

For the better next generation... (Part Two)

Masih terkait kasus pembunuhan massal murid-murid SD Sandy Hook, Conncticut US jumat 14 Desember 2012 lalu. Baca pembukaannya aja udah bikin bergidik, Masha Allah...

Sungguh... sungguh gak terbayangkan kejinya... Gimana itu anak-anak TK yang jadi korban (Usia 6-7 thn) ditodongin postol otomatis (yang kayak di film2 perang itu). Cobak, bayangkan rasa takutnya... bayangkan pandangan matanya yang bening, polos tak berdosa.  Bayangkan mereka dibesarkan orang tuanya dengan kasih sayang. Dirumah dicintai, dipelihara sebaik mungkin. Diantar baik2 ke sekolah pagi itu, tau-tau ketemu orang stres bernama Adam Lanza. Dibandrol peluru membabi buta, Astaghfirullah... ya Allah... Pedih hati.

Jika di postingan part one saya mengetengahkan topik dari sisi korban. Sebenernya target utama saya adalah postingan part two ini yaitu yang akan mengangkat topik dari sisi pelaku terror semacam ini. Pendidikan karakter anak-anak kita, makanya saya beri judul "For the better next generation".

Mendengar dan menyaksikan berita2 pembunuhan massal ini, satu pertanyaan yang pasti mencuat di benak kita: What drove him to do such a horrible thing?. He once a darling little baby, he once a cute little kid, really... what made him grow to be a killer that could commited masscare and terror?

Adam Lanza (20th) pelaku penembakan massal SD Sandy Hook 14 Desember 2012 lalu, juga membunuh ibu kandungnya sebelum mencuri senjata otomatis dan mobil milik ibunya untuk melakukan aksinya di SD Sandy Hook. Aksi ini diakhiri dengan menghabisi nyawanya sendiri. Tidak banyak fakta diungkap ke publik sehubungan penyidikan yang masih berjalan. Well, yang saya maksudkan fakta yang "penting" selain data bahwa bahwa Adam Lanza ini seorang "pemalu", suka berpakaian lebih formal dibandingkan kawan2 disekolahnya (kemeja yang kebesaran dan celana khaki serta koper hitam), orang tuanya bercerai, ibunya kolektor senjata dan seorang prepper, dan lainnya. Because really... Saya gak bisa membayangkan bagaimana seorang anak bisa menghabisi nyawa ibu kandungnya (dengan beberapa tembakan dibagian wajah!). Kebencian apa yang memenuhi dirinya berbuat sekeji itu. Alasan apa yang mampu menjadi pembenaran baginya sampai datang ke sekolah dan memuntahkan amarahnya pada anak-anak tak bersalah.
Tapi memang belum banyak fakta hasil penyidikan yang dapat diungkap ke publik. Saya ingin terus mengikuti kasus seperti ini agar dapat menjadi pembelajaran. Tidak seorangpun di dunia ini berharap ada Adam Lanza - Adam Lanza berikutnya, betul ngga?

Kasus serupa sebenarnya sudah beberapa kali terjadi di US. Sebutlah yang tak kalah meninggalkan bekas di memori saya adalah kasus penembakan massal Eric Harris (18th) dan Dylan Klebold (17th) yang datang ke sekolah mereka SMA Columbine High pada satu hari yang cerah di April 1999 untuk melakukan aksi pengeboman dan penembakan massal hingga menewaskan 15 orang murid dan mencederai lebih banyak lagi. Mereka hanya anak usia tanggung, remaja yang pada tahap pencarian jati diri. Bagaimana anak-anak itu bisa menjadi seorang pembunuh yang penuh kebencian hanya dalam usia yang demikian belia? Apa yang berbeda dari cara orangtua dalam membesarkan dan mendidik anak2nya? Apa yang didengar? Apa yang dilihat? Apa yang telah dialami dan dilalui Harris, Klebold, dan Lanza sehingga mereka demikian marah dan benci pada semua orang?

Pembaca yang baik, orang tua Harris dan Klebold dalam penyataannya pada media, mengatakan bahwa mereka tidak mengerti apa yang membuat anak-anak mereka melakukannya. Eric Harris dalam jurnal pribadinya (yang saya unduh dan baca sampe khatam) bahkan menyebut dirinya sebagai NBK yang merupakan singkatan dari Natural-Born Killer. Membaca jurnal pribadi Harris ini sungguh ya, menguras emosi... Di dalemnya dia banyak menuliskan kemarahan dan kebenciannya pada kehidupan. Beberapa juga tentang kebenciannya pada dirinya sendiri, pada wajahnya yang menurut dia sering jadi olok-olokkan kawan-kawannya. Dan yang paling bikin saya getir adalah beberapa potong kalimat dalam tulisannya seperti:  I am full of hate. And I love it.

Tepat hari sabtu dan minggu setelah kejadian Sandy Hook, saya dan suami mengikuti sebuah seminar parenting yang diadakan oleh sahabat-sahabat kami disini. Mendatangkan seorang psikolog dan konsultan pendidikan anak dan rumah tangga. Sebenernya tidak ada hal yang baru. Tapi mengaitkan topik-topik parenting ini dengan kasus-kasus aktual yang baru saja terjadi rasanya benar2 sebuah pencerahan. Ooo... ternyata sikap orang tua yang sesepele itu bisa "merusak" jiwa anak separah itu ya?

Masalahnya adalah, sudah baik-baik dicontohkan di rumah pun, mereka masih harus berhadapan dengan dunia luar. Bisa jadi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga besar, lingkungan tempat tinggal, dlsb. Jadi bisa dibayangkan, kalo lingkungan di luar kurang "positif" maka di rumahlah iklim positif tersebut bisa kita ciptakan. Yang paling parah adalah udah di luar rumah kurang "positif", di rumah pun anak tidak menemukan rasa secure. Yang bisa saya bayangkan inilah cikal bakal tumbuhnya kepribadian-kepribadian yang memberontak, yang Rebel, yang merusak..

Eric Harris dan Dylan Klebold benci sekali dengan teman2 mereka karena suka di bully. Meskipun hal ini seharusnya tidak cukup menjadi alasan mereka melakukan aksi pembantaian yang masuk sejarah terburuk di Amerika. Seharusnya tidak cukup menjadi alasan, kalau saja mereka punya dukungan yang kuat dari rumah. Saya tidak bisa mengerti Harris dan Klebold, tapi sungguh, seharusnya mereka tidak perlu melakukannya jika saja ada orangtua yang lebih mendengarkan. Keluarga yang lebih memperhatikan. Atau mungkin guru, yang lebih peduli. Seberat apapun masalah anak-anak kita di luar rumah, seharusnya mereka tidak menemukannya di rumah. Karena rumah (keluarga-red) lah, institusi terkecil kita di dunia ini. Seberat apa pun tantangan di luar sana, institusi ini seharusnya mampu mendukung kita untuk survive.

Penting sekali untuk selalu ber-kasih dan sayang dalam keluarga kita. Tunjukkan itu ke pasangan-pasangan kita, dan anak-anak kita. Agar mereka merasa secure. Agar mereka lebih cenderung pada rasa kasih sayang ketimbang kebencian. Agar mereka dapat belajar tentang rasa marah dan benci yang dibenarkan. Karena fitrah mereka..kita semua.. sebetulnya adalah cenderung pada kebaikan, kan kita manusia!. Jadi apa yang menyebabkan seorang anak yang fitrah tumbuh menjadi sosok-sosok seperti Adam Lanza, Eric Harris, dan Dylan Klebold ?? Wallahu a'lam bishawab... tapi tentunya ada yang salah. Tentunya! Sayang fakta2 seputar childhood mereka gak banyak diungkap ke publik, mungkin demi alasan privasi. Padahal kita perlu sekali belajar dari hal-hal semacam ini. For the better next generation.